Gunung
Padang, bak cerita dongeng 1001 malam. Kemunculan situs megalitikum ini ke
panggung nasional dibumbui beberapa cerita legenda. Dari mulai harta karun,
atlantis yang hilang, makhluk asing, piramida, kemampuan mistis, Prabu
Siliwangi, serta bermacam cerita yang lain. Yakin tidak yakin!
Saat
ini eskavasi dikerjakan di Gunung Padang, Cianjur. Tim arkeolog serta geolog
dari tim Terpadu Penelitian Mandiri, membuka histori yang tersimpan di Gunung
Padang. Mungkin saja, dengan ekskavasi dapat tersingkap semua mitos serta
legenda yang sampai kini terlanjur beredar serta membumbui situs bersejarah
itu.
Masalah cerita Gunung Padang termasuk
juga beragam mitosnya juga dimaksud dalam buku arkeolog Ali Akbar yang juga
tergabung dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri, ‘Situs Gunung Padang Misteri
serta Arkeologi’.
Lalu
masalah bagian-bagian di Gunung Padang. Ada 5 teras di Gunung Padang, dimana
puncak paling tinggi dipercaya masyarakat setempat juga sebagai tempat untuk
bersemedi. Tidak heran bila teras tingkat 5 ini dimaksud Eyang Perbuka.
Memanglah tidak sedikit orang yang datang ke Gunung Padang bersemedi di teras
tingkat 5 ini.
Ada pula narasi tentang singgasana Prabu
Siliwangi, tokoh yang melegenda di Jawa Barat. Di teras ke 5 di Gunung Padang
yang luas ada pula tempat yang dimaksud istana atau singgasana Prabu Siliwangi.
Tempat itu dulu di masanya sering dipakai Prabu Siliwangi berdoa
Batu-batu
di Gunung Padang juga ada sebagai daya tarik lantaran keluarkan bunyi-bunyian.
Kelompok sinden, dalang, atau seniman sering datang serta bersemedi di
batu-batu itu. Tak tahu apa yang mereka mencari. Mungkin saja saja, mereka
yakin dengan mitos dari kemampuan di Gunung Padang.
Di
teras satu serta dua di Gunung Padang juga menaruh bermacam narasi sendiri.
Juga, mata air di bawa Gunung Padang. Banyak diantara beberapa pengunjung yang
bersihkan diri di mata air itu saat sebelum naik ke Gunung Padang. Masalah batu
gendong, batu harimau, serta batu kujang juga ada di Gunung Padang. Serupa
dengan cerita ditempat lain, umpamanya apabila dapat mengangkat batu gendong
hasrat bakal terkabul.
Yang
paling mengagetkan masalah Gunung Padang mungkin saja berkenaan dengan Atlantis
serta harta karun emas. Ada kelompok yang yakini bila Gunung Padang adalah
bekas dari peradaban atlantis. Hal semacam ini berkenaan dengan kepercayaan
bila atlantis tidak ada di Indonesia, namun masalah ini memanglah masih tetap
jadi bertanya. Demikian pula masalah harta karun emas. Hanya cerita dari mulut
ke mulut saja masalah emas ini, lagipula beberapa puluh tahun diekskavasi tidak
pernah ada temuan emas di lokasi ini.
Menurut
cerita yang beredar di kalangan para sesepuh Sunda, runtutan para Buyut dan
Rumuhun (Karuhun/Leluhur/Nenek Moyang) perjalanan bangsa Sunda di awali dari
daerah Su-Mata-Ra. Mereka membangun kebudayaan selama beribu-ribu tahun di
kawasan Mandala Hyang (Mandailing) daerah Ba-Ta-Ka-Ra sampai ke daerah
Pa-Da-Hyang (Padang) pada periode 100.000 – 74.000 Sebelum Masehi. Pada masa
tersebut para Karuhun tersebut telah memeluk ajaran yang disebut dengan nama
“Su-Ra-Yana” atau ajaran Surya. Hingga satu masa Gunung Batara Guru meletus
hingga habis, dan meninggalkan sisa Kaldera yang sekarang menjadi danau (Toba)
yang sangat luas (100 Km2). Diberitakan dunia tertutup awan debu selama 3 bulan
akibat meletusnya gunung tersebut.
Masa
berganti cerita berubah, pusat kebudayaan bangsa Sunda yang disebut dengan
mandala Hyang bergeser ke arah Selatan ke gunung Sunda, yang sekarang terkenal
dengan nama Gunung Krakatau (Ka-Ra-Ka-Twa). Pada saat itu belum dikenal konsep
Negara, tapi lebih kepada konsep Wangsa (bangsa). Wilayah Mandala Hyang pada masa
itu dikenal dengan sebutan “Buana Nyungcung” karena terletak pada kawasan yang
tinggi. Sementara Maya Pa-Da (Jagat Raya) dikenal dengan sebutan Buana
Agung/Ageung/Gede dan Buana Alit (Jagat Alit), kata buana di jaman yang berbeda
mengalami metaformosis kata menjadi “Banua” atau “Benua”. Puncak Pertala di
Buana Nyungcung Gunung Sunda dijadikan Mandala Hyang, begitu juga dengan gelar
Ba-Ta-Ra Guru yang menggantikan petilasan/tempat yang sudah hilang-menghilang.
Pada masa ini kehidupan wangsa menunjukan kemajuan yang luar biasa,
perkembangan budaya serta aplikasinya mencapai tahap yang luar biasa, dengan
berbagai penemuan teknologi di darat dan laut. Daerah ini terkenal dengan
sebutan “Buana A-ta” (Buana yang kokoh dan tidak bergeming). Oleh bangsa luar dikenal
dengan sebutan “Atalan”(mungkin maksudnya Ata-Land).
Kembali
kemajuan disegala bidang tersebut terhenti kembali ketika Gunung Sunda meletus
(Gunung Ka-Ra-Ka-Twa), daratan terbagi menjadi dua (Sumatra dan Jawa), dan
mengakibatkan banjir besar dan berakhirnya zaman es pada sekitar 15.000 SM.
Semua bukti kemajuan jaman wangsa tersebut hilang dan tenggelam. Paska
peristiwa banjir besar tersebut, bangsa Sunda kembali membangun peradabannya
hingga menurut cerita dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sindhu (Sang
Hyang Tamblegmeneng, putra Sang Hyang Watugunung Ratu Agung Manikmaya) yang
kemudian mengajarkan kepercayaan Sundayana (Sindu Sandi Sunda). Ajaran tersebut
kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Perjalanan
Prabu Sindu ke wilayah Jepang membuat ajarannya diberi nama Shinto, ajaran
Surya (matahari), bahkan ajaran tersebut kemudian dijadikan bendera bangsa.
Perjalanan penyebaran ajaran tersebut kemudian bergerak sampai ke daerah India,
sampai kepada sebuah aliran sungai besar yang membelah sebuah lembah yang
nantinya dikenal dengan Lembah Sungai Sindu (Barat mengenalnya dengan nama
Lembah sungai Hindus), tepatnya di daerah Jambudwipa. Perkembangan ajaran
tersebut sangat luar biasa sehingga menghasilkan sebuah peradaban tinggi
“Mohenjodaro dan Harapa” yang memiliki kemiripan nama dengan “Maharaja-Sunda-Ra
dan Pa-Ra-Ha/Hu persis dengan sebuah tempat di wilayah Parahyangan sekarang.
Ajaran Prabu Sindu yang selanjutnya disebut agama Hindu asalnya merupakan
ajaran Surayana-Sundayana, yang hingga kini masih tersisa di wilayah Nusantara
ada di daerah Bali sekarang, serta agama Sunda Wiwitan yang isinya sama
menjadikan Matahari serta Alam sebagai panutan hidup, dan bila dikaji lebih
mendalam ajaran ini merupakan ajaran ”Monotheism” atau percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Kebudayaan bangsa Sunda yang berlokasi
di sekitar Gunung Sunda (Gunung Ka-Ra-Ka-Twa), dibuktikan dengan ditemukannya
fakta sejarah, dan penemuan arkeologis yang ada daerah Sumatera bagian Tengah
dan Jawa bagian Barat, sebagai berikut:
1. Kota Barus di pesisir Barat Sumatra
Merupakan satu-satunya kota di
Nusantara yang namanya telah disebut sejak awal abad Masehi oleh
literatur-literatur dalam berbagai bahasa, seperti dalam bahasa Yunani, Siriah,
Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa. Berita tentang kejayaan
Barus sebagai bandar niaga internasional dikuatkan oleh sebuah peta kuno yang
dibuat oleh Claudius Ptolemaus, seorang gubernur dari Kerajaan Yunani yang
berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2. Di peta itu disebutkan, di pesisir
barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang
menghasilkan wewangian dari kapur barus. Diceritakan, kapur barus yang diolah
dari kayu kamfer dari Barousai itu merupakan salah satu bahan pembalseman mayat
pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II, atau sekitar 5.000 tahun sebelum
Masehi.
2.. Kerajaan Melayu Tua di Jambi
Meliputi : kerajaan Kandis yang
terletak di Koto Alang, wilayah Lubuk Jambi, Kuantan, Riau. Kerajaan ini
diperkirakan berdiri pada periode 1 Sebelum Masehi. Di samping itu, di daerah
Jambi terdapat tiga kerajaan Melayu tua yaitu: Koying, Tupo, dan Kantoli.
Kerajaan Koying terdapat dalam catatan Cina yang dibuat oleh K’ang-tai dan
Wan-chen dari wangsa Wu (222-208) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini
juga dimuat dalam ensiklopedi T’ung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan
disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedi Wen-hsien-t’ung-k’ao. Diterangkan
bahwa di kerajaan Koying terdapat gunung api dan kedudukannya 5.000 li di timur
Chu-po (Jambi). Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada
sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk itu ada pulau bernama P’u-lei atau Pulau.
3. Kerajaan Salakanagara.
Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan
tertua di Nusantara. Kerajaan ini berkedudukan di Teluk Lada Pandeglang namun
ada juga yang menyatakan kerajaan ini berkedudukan di sebelah Barat Kota Bogor
di kaki gunung Salak, konon nama gunung Salak diambil dari kata Salaka. Tidak
diketahui pasti sejak kapan berdirinya kerajaan Salakanagara, namun berdasarkan
catatan sejarah India, para cendekiawan India telah menulis tentang nama
Dwipantara atau kerajaan Jawa Dwipa di pulau Jawa sekitar 200 SM, yang tidak
lain adalah Salakanagara. Naskah Wangsakerta menyebutkan bahwa sejak ± tahun
130 Masehi pada saat itu sudah ada pemerintahan kerajaan Salakanagara di Jawa
Barat. Salakanagara (kota Perak) pernah pula disebutkan dalam catatan yang
disebut sebagai ARGYRE oleh Ptolemeus pada tahun 150 M. Kerajaan Salaka Nagara,
memiliki raja bernama Dewawarman (I – VIII), yang menjadi asal muasal
kemaharajaan Sunda Nusantara.
4. Situs Gunung Padang, Cianjur.
Merupakan situs prasejarah peninggalan
kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun
Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten
Cianjur. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian
885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks
punden berundak terbesar di Asia Tenggara. Menurut legenda dan cerita para
leluhur, Situs Gunungpadang merupakan tempat pertemuan berkala (kemungkinan
tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuna. Dan ada juga yang
mengatakan bahwa situs ini merupakan tempat penobatan para raja yang ada di
dalam wilayah kemaharajaan Sunda Nusantara. Saat ini situs ini juga masih
dipakai oleh kelompok penganut agama asli Sunda (Sunda Wiwitan) untuk melakukan
upacara. Berdasarkan Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan adanya
suatu tempat "kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang
Sunda) di hulu Ci Sokan, yang tidak lain adalah situs ini.
Diduga situs gunung padang
sesungguhnya bukanlah gunung, melainkan bangunan berbentuk mirip dengan
piramida yang telah terkena timbunan debu vulkanik, sehingga terlihat seperti
gunung yang sudah ditumbuhi pepohonan. Di dalam situs gunung padang dipercaya
memiliki ruang didalamnya yang kini telah tertimbun tanah. Dalam situs gunung
padang ditemukan alat musik yang berupa batu persegi panjang yang bergelombang
pada bagian atasnya. Jika setiap gelombang dipukul, maka akan mengeluarkan
bunyi yang berbeda antar gelombang satu dengan yang lain. dan alat musik dari
batu itu dapat dimainkan dengan benar.
Laboratorium
Beta Analytic Miami, Florida, Amerika Serikat merilis usia bangunan bawah
permukaan dari Situs Gunung Padang, sebagai berikut: 1). Pada lapisan tanah
urug di kedalaman 4 meter (diduga man made stuctures /struktur yang dibuat oleh
manusia) dengan ruang yang diisi pasir (di kedalaman 8-10 meter) di bawah Teras
5 pada Bor-2, adalah sekitar 7.600-7.800 SM. Fantastis!! Usia bangunan ini jauh
lebih tua dibandingkan dari Piramida Giza di Mesir yang berumur 2.560 SM. 2).
Sedangkan umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter,
adalah sekitar 14.500–25.000 SM. Ini sangat mengejutkan!! Artinya situs gunung
padang ini telah ada sebelum peristiwa banjir besar (berakhirnya zaman es).
Kontroversi merebak setelah Tim Katastropik Purba merilis ada sejenis piramida
di bawah Gunung Padang. "Apa pun nama dan bentuknya, yang jelas di bawah
itu ada ruang-ruang,". "Selintas tak seperti gunung, seperti
manmade." Kecurigaan ini berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir
segitiga sama kaki jika dilihat dari Utara.
Komentar
Posting Komentar